Gravitasi: Dari Nada Hingga Kata-kata - KangMasroer.Com

Gravitasi: Dari Nada Hingga Kata-kata

Gravity, gravitasi. Setiap kali saya membaca, mendengar ataupun mengucapkannya, benak ini langsung terisi dengan banyak hal. Tak hanya Newton ataupun Einstein semata. 

Gravitasi, istilah yang pertama kali terdengar di telinga ketika saya duduk di bangku sekolah kelas lima. Namun lambat laun, istilah ini memang jarang sekali melintas di pikiran. Bagaimana akan terlintas, begitu lulus SD, otak ini dipenuhi dengan istilah ekonomi, rumus matematika, gambar grafik, sajak-sajak yang ingin saya kirimkan pada sang Kekasih, serta lika-liku kehidupan yang saya jalani.

Hingga suatu ketika, saat menonton X Factor USA Season 3 Episode Top 4, saya kembali mendengar istilah itu dalam sebuah lagu indah. Ya, “Gravity” judul lagunya. Saat itu, lagu ini ditembangkan oleh salah satu kontestannya yang merupakan sepasang kekasih, yaitu Alex and Sierra.

Entah, karena suara mereka yang terlalu merdu ataupun lagunya yang memang menyayat hati, saya lihat juri-jurinya pun banyak yang menangis saat memberikan komentar. Sebuah pertanda bahwa penampilan Alex and Sierra ini memang sangat mengesankan dan patut untuk diperhitungkan. Dan ternyata benar, dugaan saya tak meleset. Di akhir kompetisi, Alex dan Sierra lah yang kemudian menjadi pemenang X Factor USA Season 3.

Memang, bagi saya penampilan mereka saat itu so epic dan memorable. Namun, terlepas dari penampilan mereka yang memang keren, menurut saya, lagu Gravity yang mereka nyanyikan juga menjadi daya tarik tersendiri sehingga menjadi salah satu lagu yang mengantarkan mereka berdua menaiki podium juara. Akhirnya, secara tak sengaja, hati saya pun tertarik untuk menyelidiki lebih lanjut tentang seluk beluk lagu Gravity yang mereka nyanyikan ini.
Dengan penuh rasa penasaran, saya segera searching untuk mengetahui siapa sebenarnya penyanyi asli dari lagu Gravity ini. Dan tak butuh waktu lama, saya pun menemukan jawabannya. Dialah Sara Bareilles, penyanyi cantik yang sudah tujuh kali menjadi penerima Grammy Award. Lagu Gravity sendiri masuk ke dalam album Sara yang berjudul Little Voice yang dirilis di tahun 2007 silam.
Sara Bareilles, penyanyi sekaligus pencipta lagu Gravity (Source: www.bustle.com)

Gravity. Jika mendengarkan lagu ini, maka kita akan mendapati sepanjang lagu yang menyuguhkan permainan piano yang terdengar mendamaikan telinga. Dentingan-dentingan tuts piano dengan nada-nada yang mendayu biru semakin membuat siapa saja yang mendengarnya akan terpikat dengan keindahannya. Ya, bagai seorang pelaut yang menemukan bintang untuk membawanya pulang saat berlayar di tengah lautan luas.


“Set me free, leave me be. I don't want to fall another moment into your gravity; Bebaskan aku, biarkanlah aku. Aku tak ingin terjatuh lagi ke dalam gravitasimu..”
Begitulah kurang lebih penggalan lirik dan arti reff lagu tersebut. Dan kalau boleh saya tafsirkan, secara keseluruhan, lagu ini mengajarkan kepada kita bahwa rasa sayang itu memang akan selalu membekas dan menjadi daya tarik. Tak ubahnya gaya gravitasi bumi yang akan selalu menarik apapun yang ada di atasnya.
Tak hanya dari Alex and Sierra serta Sara Bareilles, ternyata saya kembali diingatkan tentang gravitasi oleh Sandra Bullock. Saat itu ia berperan sebagai Dr. Ryan Stone, seorang insinyur biomedis. Dengan ditemani oleh George Clooney, seorang astronot veteran, ia pun menjalani misi antariksa pertamanya. Benar, saya kembali teringat akan gravitasi saat menonton film berjudul “Gravity” besutan sutradara Alfonso Cuaron.
Sandra Bullock dalam Gravity (Source: mic.com)

Film Gravity ini menjadi menarik bagi saya, ketika tiba-tiba terjadi drama yang begitu mengerikan pada pesawat ulang alik yang ditumpangi oleh Sandra dan George. Ketika itu, serpihan satelit yang hancur oleh puing-puing dari sebuah serangan rudal menghatam pesawat mereka. Akibatnya, satu astronot terhempas oleh puing-puing hingga tak tertolong. Sedangkan Sandra, terjebak pada salah satu bagian stasiun dan terombang-ambing di luar angkasa.

Gravity. Alur cerita film ini, menurut saya memang cukup sederhana. Namun, kesan spektakulernya mampu meluluhkan hati ini untuk selalu ingin menontonnya kembali. Bagaimana tidak, selama kurang lebih 90 menit, saya dapat menyaksikan perjuangan keras seorang Sandra Bullock untuk bertahan hidup di ruang hampa udara. Hingga di ujung cerita, dengan perjuangan kerasnya, akhirnya ia pun berhasil pulang ke tempat asalnya. Ia mendarat di sebuah danau dengan kapsulnya. Dan setelah berenang ke tepian, ia pun berjalan tertatih-tatih sambil menyesuaikan diri dengan gravitasi bumi yang ada.



Memang, bagi ahli Fisika, film ini mungkin tidak akurat secara ilmiah dengan sejumlah improvisasinya. Akan tetapi, film ini tetaplah menarik dan mempesona. Terbukti, film ini memenangkan "Future Film Festival Digital Award" dalam Venice Film Festival 2013. Dan Sandra Bullock, pemeran utama dalam film ini, berhasil membawa pulang penghargaan "Best Actress Award" dalam Hollywood Film Festival 2013. Luar biasa, bukan?
Masih tentang gravitasi. Di bulan-bulan akhir tahun lalu, saya sempat menulis tentang sosok inspiratif yang juga punya gravitasi yang luar biasa. Dialah Pak Harjono, seorang pengrajin payung lukis yang hidup di daerah Juwiring, Klaten. Sebagai gambaran, sebelum tahun 1998 saat krisis moneter melanda, daerah Juwiring ini merupakan sentra penghasil payung lukis yang pangsa pasarnya sudah merambah ke beberapa negara tetangga.

Sayang, saat badai perekonomian menimpa mereka, sebagian besar pengrajin payung lukis di Juwiring beralih profesi. Terkecuali Pak Harjono. Ia masih konsisten menekuni profesi ini, meskipun dengan penghasilan yang pas-pasan. Tujuannya hanya satu, ia ingin agar payung lukis yang merupakan bagian dari budaya daerah sekaligus budaya bangsa ini tetap lestari. Dan bagi saya, inilah gravitasi luar biasa yang dimiliki Pak Harjono.
Inilah Pak Harjono, sosok yang berjuang untuk tetap mengembangkan payung di tengah badai..

Pak Harjono memang tak pernah berpikiran, bahwa apa yang dilakukannya akan berdampak besar di masa yang akan datang. Tapi, kata pepatah memang benar,“Siapa yang menanam, dialah yang akan menuai”. Atas semangat dan perjuangan keras yang dilakukan Pak Harjono dalam melestarikan budaya bangsa, ia mendapat apresiasi berupa bantuan dana dari sebuah perusahaan asuransi besar di Indonesia untuk mengembangkan usahanya. Hasilnya, kini senyum Pak Harjono terlihat semakin sering terkembang, seiring dengan berkembangnya kembali usaha kerajinan payung yang digelutinya.

Dan rupanya, tak hanya Pak Harjono yang mempunyai kekuatan gravitasi. Rangkaian 1200-an kata yang mengisahkannya tersebut ternyata juga mempunyai daya tarik hingga memikat hati para juri. Ya, tulisan yang saya beri judul "Mengembangkan Payung di Tengah Badai" tersebut tanpa disangka-sangka mendapat apresiasi sebagai Juara 1 Kategori Umum ketika saya ikutsertakan dalam sebuah ajang lomba menulis yang sangat prestisius.
Awarding  di JCC Jakarta, 25 Februari 2017

Mungkin bagi sebagian penulis ataupun famous blogger, prestasi semacam itu adalah sesuatu yang biasa. Tapi bagi saya, pencapaian ini sangatlah luar biasa dan sarat makna. Dari pencapaian itu saya jadi sadar, bahwa sedikit banyak saya juga punya sebuah potensi yang bisa digali. Lebih dari itu, saya juga semakin yakin bahwa segala sesuatu itu punya gravitasi, seberapapun besarnya. Termasuk diri kita. Satu pertanyaan besar tiba-tiba saja muncul di benak ini, "Lantas, bagaimana cara meningkatkan gravitasi diri?"
Saya punya satu keyakinan, bahwa gravitasi luar biasa yang ada pada diri Alex and Sierra, Sara Bareilles, Sandra Bullock, dan Pak Harjono tentu bukannya tanpa proses. Melainkan tercipta dengan kerja keras yang disertai dengan rasa tulus dalam berkarya.  Ya, hal apapun jika dibuat dengan usaha yang maksimal, maka akan menghasilkan sebuah karya yang fenomenal. Termasuk sebuah karya tulisan dalam sebuah blog.

Memang, merangkai kata menjadi sebuah tulisan dalam blog itu mungkin terasa mudah. Akan tetapi, untuk menjadikannya maksimal ternyata tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Butuh proses panjang yang melelahkan. Sebagaimana tulisan saya yang mengisahkan Pak Harjono. Ia tidaklah dibuat dengan sistem kebut semalam seperti legenda Bandung Bondowoso saat menyusun seribu candi. Akan tetapi berhari-hari dan bermalam-malam, hingga saya sendiri lupa berapa lama proses pembuatannya.
Semua akan terasa indah setelah berlelah-lelah

Kisah tentang Pak Harjono tersebut, juga tak akan tertulis kecuali dengan puluhan bahkan ratusan kali saya memutar otak. Tak akan selesai juga tanpa ribuan kali jari-jemari yang bersentuhan dengan keyboard laptop. Dan rasanya, tak akan lengkap juga tanpa menekan puluhan tombol shutter kamera ponsel sekedar untuk mencari gambar yang menarik sebagai penunjang daya tarik sebuah tulisan.

Pada intinya, agar sebuah tulisan dalam blog mempunyai gravitasi yang luar biasa itu dibutuhkan perjuangan panjang dan rasa tulus untuk berbagi. Senada dengan semangat Luna Indonesia dalam menghadirkan smartphone premium Luna untuk turut ambil bagian dalam memaksimalkan gravitasi diri pemakainya. Ya, Luna, smartphone besutan Foxconn dengan desain mewah stylish, spesifikasi tinggi dan kualitas premium ini telah hadir di Indonesia sejak akhir tahun kemarin.
Spesifikasi smartphone premium Luna

Bagi orang awam, kehadiran Luna mungkin hanya akan dianggap sebagai penggembira di tengah pasar smartphone android yang telah lama menjamur di Indonesia. Namun bagi saya tidaklah demikian. Tak ubahnya Alex and Sierra, Sara Bareilles, Sandra Bullock, Pak Harjono, saya, dan tentu juga Anda adalah sama-sama manusia. Yang membedakan adalah kadar gravitasinya.

Demikian juga dengan Luna, meskipun sama-sama android, ia berbeda dengan android kebanyakan. Ya, Luna Smartphone adalah produk hasil karya perusahaan yang menjadi mitra perakitan Apple dalam membuat iPhone. Sehingga bisa saya katakan, bahwa Luna ini adalah smartphone android dengan rasa iPhone.


Spesifikasi hardware smartphone Luna, mungkin memang setara dengan smartphone lain yang mengandalkan prosesor Quad-Core 2.5 GHz dari Qualcomm Snapdragon dengan RAM 3 GB. Namun dari segi desain, smartphone ini memiliki kualitas setara dengan iPhone 6. Bahkan untuk urusan fotografi, bisa dibilang kamera Lunalah yang lebih unggul. Bagaimana tidak, ia dibekali kamera belakang beresolusi 13 MP dan kamera depan beresolusi 8 MP lengkap dengan fitur dual flash LED-nya.
Jepretan Luna maksimalkan gravitasi diri penggunanya

Dengan modal yang dimiliki itu, maka sudah pasti kamera Luna akan mampu menghasilkan jepretan gambar yang maksimal, serta merekam video dengan frame rate yang tinggi. Dan sepertinya, kemampuan ponsel seperti itulah yang menjadi impian para blogger, termasuk saya. Dengan Luna, sudah tentu gravitasi diri yang tercermin dalam sebuah posting blog akan menjadi semakin maksimal. So, be the gravity with Luna!



#BeTheGravity #SmartphoneLUNA
***

*Referensi:
- http://luna.id
- https://www.facebook.com/LunaSmartphone
**Tulisan ini diikutsertakan dalam Blogging Competition "Menjadi Gravitasi Dunia Bersama Smartphone Luna"

16 Tanggapan untuk "Gravitasi: Dari Nada Hingga Kata-kata"

  1. Mantap kali kang tulisane. Dan baru tau juga kalo gravity itu ada lagu sama film nya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih, Mas.. masih mencoba belajar merangkai kata kok Mas.. Ada, Mas.. Keduanya kereeeen.. sekeren Luna Be The Gravity..

      Delete
  2. Kuu sukaaa jugaa kang film gravity :D hehehe Semangaat maksimalkan potensi diri ya kang, tulisan sampean sangat menginspirasi dan bermanfaat untuk org lain. Terus berkarya, terus berbagi biar gravitasinya makin kuaat dan org lain bisa mengikuti jejak jd lebih baik lagi. Aamiin. Good luckkk yaaak lombanyaa kang :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih Mbak Lucky.. Lucky Caesar juga tak kalah menginspirasi.. Sebaik-baik gravitasi diri adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain..
      Good luck too, Luck..

      Delete
  3. Luar biasa Kang bisa dpat motor :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdu lillah.. Sebenarnya tulisannya biasa, tapi bejonya luar biasa, Mas..

      Delete
  4. Smartphone luna emang keren, kameranya itu lho setara iPhone 6S. Kalau saya punya smartphone ini, aktifitas ngeblog saya pasti akan semakin terdukung. Secara kan ngeblog itu bukan hanya tentang menulis, namun juga tentang fotografi. Btw komentar baliknya di artikel saya ya Mas, terimakasih ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mas Amir. Sementara ini saya belum punya kamera untuk mendukung aktivitas ngeblog. Jadi, saya pingin banget menyunting Luna ini. Ah, kapan ya saya bisa menyandingnya?

      Delete
  5. Keren sekali kang, orang inspiratif biasanya memang memiliki gravitasi yang menarik perhatian banyak orang, seperti tulisan ini nih :D
    Sukses terus ya kang Masroer :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasih mbak.. Masih selalu belajar untuk meningkatkan gravitasi diri. Mudah2 suatu saat bisa menyunting si Lina, biar gravitasinya semakin maksimal.. Aamiin

      Delete
  6. LUNA ini gak kalah dibanding iPhone, kesan mahalnya dapet deh

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yap, benar. Bahkan menurut saya, kameranya lebih unggul Luna Mas..

      Delete
  7. gravitasi memang bisa diciptakan siapapun ya mas, apalagi kl nenteng si Luna :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iy mbak. Semoga bisa segera menyuntingnya, biar gravitasi diri semakin maksimal.

      Delete
  8. Oya. Kang Masroer yang menang anugerah pewarta itu ya, saya sempat baca tulisan itu. Keren
    Saya tahu pilem gravitasi aja, kalau lagu nggak tahu. Semoga kita bisa jadi magnet yang tepat minimal bagi lingkungan sekitar ya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdu lillah, Mbak.. entah keberuntungan atau memang mengandung gravitasi.. tapi semoga memang karena alasan yang kedualah yaa..
      Coba dengarkan lagu gravity juga penuh gravitasi Mbak, seperti gravitasi yang dipancarkan Luna bagi pemiliknya..

      Delete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel