Ka'ab bin Malik dan Taubatnya - KangMasroer.Com

Ka'ab bin Malik dan Taubatnya

Ka'ab bin Malik ra bercerita tentang tertinggalnya dia dalam Perang Tabuk, "Belum pernah saya tertinggal dari Rasulullah saw dalam suatu peperangan melainkan dalam Perang Tabuk, saya memang tidak turut dalam Perang Badar, tetapi tidak disalahkan, karena Rasulullah saw keluar hanya untuk menghadang Khalifah Qurasy tiba-tiba Allah menghadapkan mereka kepada lawan yang tidak terduga sebelumnya. Saya telah menyaksikan bersama Rasulullah saw malam "Bai'atul Aqabah" ketika saya berbai'at atas Islam, dan saya tidak suka andaikan kejadian "Lailatul Aqabah" itu ditukar dengan Perang Badar meskipun Perang Badar itu lebih dikenal orang."

Adapun cerita mengenai kami tidak ikut Perang Tabuk ialah: "Saya memang belum pernah merasa kuat dan lebih longgar sebagaimana keadaan saya ketika tertinggal dalam Perang Tabuk, demi Allah, saya belum pernah menyiapkan dua kendaraan melainkan untuk peperangan, dan biasanya Rasulullah saw jika akan keluar pada peperangan dengan menyamarkan dengan tujuan yang lain, kecuali dalam perang ini, karena Rasulullah akan melakukannya dalam musim kemarau, dan akan menghadapi perjalanan yang jauh, di samping musuh yang dihadapi jauh lebih besar dan lebih kuat, maka beliau menjelaskan kepad kaum muslimin supaya bersiap siaga sungguh-sungguh dan memberitahukan kepada mereka arah tujuan yang sebenarnya.

Kaum muslimin saat itu cukup banyak tidak tercatat nama mereka dalam sebuah buku, sehingga kalau seorang tidak ikut dalam perang ini, mungkin ia mengira tidak akan diketahui oleh Rasulullah saw selama tidak ada wahyu turun dari Allah.

Rasulullah saw keluar ke medan Perang Tabuk bersamaan dengan musim berbuahnya pohon-pohon. Saya merasa lebih condong pada peperangan ini dan saya pun telah bersiap-siap. Namun, sesampai di rumah saya tidak berbuat apa-apa, saya berkata dalam hati, "Saya dapat mengerjakannya sewaktu-waktu." Saya berlarut-larut dalam keadaan demikian sehingga pagi-pagi Rasulullah dan kaum muslimin sudah bersiap-siap untuk berangkat, saya segera pulang untuk bersiap-siap, tetapi sampai di rumah saya tidak berbuat apa-apa. Maka berangkatlah Rasulullah dan kaum muslimin dan saya merasa masih dapat mengejar mereka, tetapi saya tidak ditakdirkan oleh Allah yang demikian itu. Lalu, sesudah itu bila saya keluar, saya merasa sedih karena tidak mendapat teman kecuali orang-orang munafik dan orang-orang yang telah dimanfaatkan oleh Allah, seperti orang tua dan orang-orang miskin yang tidak dapat ikut serta bersama Rasulullah dalam perang ini.

Rasulullah saw tidak menyebut-nyebut nama saya sehingga sampai di Tabuk, ketika itu beliau tengah duduk di tengah-tengah kaum muslimin, beliau bertanya, "Apakah kerja Ka'ab bin Malik?" Seorang dari Bani Salmah menjawab, "Ya Rasulullah, ia tertahan dengan mantelnya." Lalu Muadz bin Jabal berkata, "Ya Rasulullah, kami tidak mengenal daripadanya, melainkan kebaikan semata-mata." Rasulullah diam, tidak menyahut ketarangan itu, dan ketika itu pula nampak bayang-bayang orang, lalu beliau berkata, "Mudah-mudahan itu Abu Kaitsmah." Dan benar, bahwa itu adalah Abu Kaitsamah al-Anshari yang pernah diejek oleh orang munafik karena ia menderma satu sha' (2,5 kg) kurma.

Ketika sampai berita kepada saya bahwa Rasulullah akan kembali, saya sedih atas keteledoran saya, sehingga ingin mencari jalan untuk menghindari murka beliau dalam hal ini saya telah minta bantuan para sanak kerabat. Tetapi, ketika sampai kepada saya bahwa Rasulullah saw datang, tiba-tiba saya mengambil keputusan dan mengetahui benar-benar bahwa saya tidak akan bisa selamat dari beliau mengaku apa adanya.

Pada waktu pagi Rasulullah memasuki kota Madinah dan terus memasuki masjid sebagaimana biasanya jika beliau baru tiba dari bepergian jauh, dan menanti kedatangan orng yang mengajukan alasan mengapa tidak ikut serta dalam perang. Maka, datanglah orang-orang yang tidak ikut serta dalam Perang Tabuk kurang lebih 80 orang, masing-masing mengajukan alasan dan bersumpah. Maka, Rasulullah menerima alasan mereka yang lahir dan memintakan ampun kepada Allah, dapun soal batin, beliau serahkan kepada Allah, sehingga sampailah giliran saya, ketika saya memberikan salam, beliau tersenyum ramah kepada saya sambil berkata, "Mari sini!" Lalu saya duduk di depannya, maka beliau bertanya, "Mengapa kamu tidak ikut berangkat, bukankah kamu telah menyiapkan kendaraan untuk ikut perang?" Saya menjawab, "Demi Allah, ya Rasulullah, andaikan saya ini duduk di depan seseorang selain engkau, niscaya dapat mengemukakan alasan-alasan untuk menyelamatkan diri dari murka-Nya, karena saya termasuk orang yang pandai berdebat, tetapi demi Allah, saya yakin jika saya berdusta kepada engkau, mungkin engkau menerima serta ridha terhadap saya, tetapi Allah akan murka terhadap saya, dan jika aku berkata sebenranya, mungkin engkau menyesal kepadaku, tetapi saya berharap Allah mau mengampuni saya. Demi Allah, sebenarnya tidak ada alasan bagi saya dan belum pernah saya merasa sehat dan ringan sebagaiamana keadaan saya ketika tidak turut beserta engkau berangkat ke Tabuk", maka Rasulullah menjawab, "Kamu telah berkata sebenarnya, maka pergilah sampai Allah memberi keputusan perkaramu ini." Ketika saya bangun diikuti oleh beberapa orang dari Bani Salamah sambil berkata, "Demi Allah, kau belum melakukan dosa selain ini, mengapa kau tidak meminta maaf saja kepada Rasulullah? Cukup bagimu jika beliau memintakan ampun bagimu." Mereka menyalahkan perbuatan saya, hingga hampir saja saya akan kembali kepada Rasulullah untuk menarik kembali pengakuan saya semula. Lalu, saya bertanya keopada mereka, "Adakah orang yang menerima keputusan sebagaimana saya?" Mereka menjawab, "Ada, yaitu Murarah bin Rabi'ah al Amiry dan Hilal bin Umayyah al Waqifi", maka ketika mereka menyebut nama dua orang yang saleh yang telah ikut serta dalam Perang Badar, maka saya merasa tenang, sebab ada dua orang yang dijadikan teladan, dan akhirnya saya tidak jadi menarik pengakuan saya.

Kemudian Rasulullah melarang sahabat-sahabatnya berbicara kepada kami bertiga, maka orang-orang mulai berubah sikap dan menjauhi kami, sehingga suasana kota Madinah berubah bagi saya seolah-olah saya seperti orang asing selama 50 hari, kedua teman saya hanya tinggal di rumah saja sambil menangis, sedangkan kami yang lebih muda darinya dikatakan lebih kuat dari keduanya, maka saya tetap keluar dari rumah untuk menghadiri salat jamaah, pergi ke pasar namun tidak ada seorang pun yang mau berbicara dengan saya, dan saya juga mendatngi majlis Rasulullah saw memberi salam kepadanya sambil memperhatikan bibirnya kalau-kalau ia menggerakan bibirnya menjawab salam saya, lalu saya mendekat kepadanya sambil melirik kepadanya, dan apabila saya melirik kepadanya, beliau membuang muka dariku.

Saya mendatangi rumah Abu Qatadah, sepupu saya yang akrab, lalu saya mengucapkan salam, tetapi dia tidak menjawab. Lalu saya bertanya kepadanya, "Apakah kamu mengetahui bahwasannya saya tetap cinta kepada Allah dan Rasul-Nya?" Ia pun tidak menjawab, hingga saya mengulanginya tiga kali dan ia pun tidak menjawab, ia hanya berkata, "Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui", maka bergulirlah air mataku mendengar itu, lalu saya terus kembali pulang.

Saya berjalan-jalan di pasar, tiba-tiba ada seorang petani dari negeri Syam yang biasa menjual makanan di pasar Madinah bertanya, "Siapakah yang suka menunjukkan saya kepada Ka'ab bin Malik?" Maka, semua orang yang ditnya menunjuk keada saya. Kemudian orang itu mendekati saya sambil membawa sepucuk surat dari Raja Hasan yang di dalamnya berisi, "Sebenarnya saya telah mendengar bahwa kamu telah diboikot oleh teman-temanmu, dan Allah tidak menjadikan kamu orang yang terhina, datanglah kepada kami, tentu akan kami terima." Maka, saya berkata, "Ini juga sebagai ujian", lalu saya pergi ke tempat api untuk membakar surat itu.

Setelah 40 hari dari kejadian itu, ada seorang utusan Rasulullah mendatangi saya dan memberitahu bahwa, "Rasulullah memerinthkan kamu untuk menjauhi istrimu." Saya bertanya, "Apakah saya harus dicerai?" Ia menjawab, "Tidak, kamu hanya dilarang untuk mendekatinya, dan begitu pula diutus untuk kedua teman saya yang senasib." Maka saya katakan kepada istri saya, "Saya harapkan kamu pulang kepada keluargamu sampai saya mendapat keputusan dari Allah mengenai urusanku ini." Istri Hilal bin Umayyah datang menemui Rasulullah memberi tahu bahwa Hilal adalah seorang tua yang tidak mempunyai pelayan, apa boleh kiranya saya melayaninya? Beliau menjawab, "Boleh melayani, asal tidak mendekati kamu." Ia berkata, "Demi Allah, ia tidak memunyai nafsu untuk mendekati, sebab sejak ia menerima keputusan itu ia menangis terus tak henti-hentinya."

Sebagian kerabatku mengusulkan supaya minta izin kepada Rasulullah untuk sitriku, sebagaimana Hilal bin Umayyah, saya menjawab, "Saya tidak akan minta izin kepada Rasulullah untuk istriku, sedang saya belum tahu apakah yang akan dijawab oleh beliau, setelah 10 hari dan genaplah 50 hari sejak Rasulullah melarang sahabt-sahabat untuk tidak berbicara kepada saya." Dan pada hari yang ke-50 itu, ketika saya sedang salat Subuh di ruangan bagian atas rumahku, ketika itu saya sedang duduk merenungkan nasib diri yang benar-benar seperti yang telah disebut Allah dlam Alquran, yaitu sempit hidup di atas dunia ini, tiba-tiba saya mendengar suara jeritan yang sangat keras: "Wahai Ka'ab bin Malik, sambutlah kabar baik", lalu saya sujud syukur sebab saya merasa psti Rasulullah telah mengatakan kepada sahabatnya bahwa Allah telah menerima taubat saya pagi ini.

Orang-orang datang mengucapkan selamat kepada saya, ada yang berlari, ada yang berkendaraan, dan ada pula yang menjeritkan suaranya. Ketika sampai kepadaku orang yang sampai terlebih dahulu, saya langsung melepas pakaian lalu saya hadiahkan kepadanya, padahal waktu itu saya hanya punya satu pakaian. Saya terpaksa meminjam pakaian untuk Rasulullah saw.

Kemudian saya berjalan ke tempat Rasulullah, sedang orang-orang sama menyebut saya dengan ucapan selamat atas diterimanya taubat saya oleh Allah, sehingga sampailah saya di masjid Rasulullah, di mana beliau duduk dan ditemani para sahabatnya, maka Thalhah bin Ubaidillah bangkit dari duduknya untuk menjabat tangan saya sambil mengucapkan selamat. Demi Allah yang tiada seorang pun dari sahabat Muhajirin yang bangun dari tempatnya selain Thalhah, hingga saya tidak dapat melalaikan kebaikannya itu.

Ketika saya memberi salam kepada Rasulullah tampak wajah beiau berseri-seri seraya berkata, "Sambutlah hari yang paling baik bagimu sejak kamu dilahirkan oleh ibumu." Saya bertanya, "Apakah keputusan itu dari engkau ya Rasulullah atau dari Allah?" Belia menjawab, "Dari Allah Azza wa Jalla." Sudah menjadi kebiasaan bagi Rasululah, apabila beliau bergembira wajahnya berseri-seri bagaikan sepotong rembulan.

Kemudian saya berkata, "Ya Rasulullah, untuk kesempurnaan taubatku, saya akan menyedekahkabn semua kekayaan untuk Allah dan Rasul-Nya", lalu beliau menjawab, "Tahanlah sebagian hartamu, sesungguhnya yang demikian itu lebih baik bagimu." Saya berkata, "Saya akan menahan yang saya dapat dari Perang Khaibar ya Rasulullah."

Sungguh Allah telah menyelamatkan saya, sebab pengakuan saya yang benar, sebab itu ya Rasulullah, saya berjanji tidak akan berbicara melainkan dengan benar sebagai kelanjutan dari taubat saya. Demi Allah, saya tidak pernah mengetahui dari seorang pun dari kaum muslimin telah mendapat ujian dari Allah karena kebenarannya sebagaimana saya. Demi Allah, saya tidak pernah sengaja berdusta sejak saya berjanji yang demikian itu pada Rasaulullah sampai hari ini, dan saya berharap semoga Allah terus memelihara saya sampai akhir hayat.

Sumber: 1001 Kisah-Kisah Nyata, Achmad Sunarto

0 Tanggapan untuk "Ka'ab bin Malik dan Taubatnya"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel