Munakahat (Pernikahan) - KangMasroer.Com

Munakahat (Pernikahan)

Dalam hidupnya manusia mengalami tiga fase penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal. Perkawinan merupakan salah satu fase yang penting sebab Allah swt. Menghendaki lestarinya umat manusia secara turun-temurun melalui perkawinan.
Nabi Muhammad saw. Telah memberikan tuntutan bagaimana umat Islam menjalani perkawinan. Dengan demikian, perkawinan merupakan amalan yang berpahala besar karena hal itu mengikuti sunah Nabi Muhammad saw. Selain itu, perkawinan akan membawa kebahagiaan kepada umat manusia sekaligus memupuk rasa cinta dan kasih sayang.

Ibadah adalah perbuatan yang dilakukan sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah swt, sebagai Tuhan yang disembah
Ibadah dalam Islam mencakup semua aktifitas manusia di dunia ini dan tidak terbatas doa, ucapan, atau perbuatan tertentu saja. Oleh karena itu, ibadah mempunyai ciri-ciri sebagaimana yang diungkapkan oleh seorang ulama kontemporer Suriah, Mustofa Ahmad Zarqa, berikut ini.
a. Ibadah dalam Islam bebas dari perantara. Seorang Muslim tidak membutuhkan orang atau lembaga tertentu untuk menyampaikan ibadahnya kepada Allah swt.
b. Ibadah dalam Islam tidak terikat pada tempat-tempat khusus. Ibadah bisa dilakukan di mana saja, asalkan tempat tersebut suci.
c. Ibadah dalam Islam tidak memberatkan dan menyulitkan. Beban ibadah dalam Islam disesuaikan dengan kekuatan tubuh manusia sehingga tidak memberatkan atau membuat mudarat.
Dengan demikian, ibadah merupakan kewajiban dari Allah swt, yang harus dilaksanakan umat manusia. Tidak ada alasan apapun bagi manusia untuk menolak atau merasa keberatan terhadap kewajiban itu.
Pernikahan suatu tahap penting yang akan dilewati setiap orang Islam. Oleh karena itu, pengetahuan tentang seluk-beluk pernikahan sangat diperlukan. Seluk beluk pernikahan tersebut akan dipaparkan dalam bab ini.

  1. Pengertian
Munakahat adalah salah satu cabang ilmu fikih yang menjelaskan tentang masalah pernikahan, seperti tata cara atau ketentuan pernikahan, kewajiban dan tanggung jawab suami, istri, anak-anak, perceraian dengan segala persyaratannya, serta rujuk
Pernikahan adalah akad yang memberikan kewenangan kepada seseorang pria dengan seorang wanita yang bukan mahramnya untuk bergaul secara sah sehingga menimbulkan hak dan kewajiban tertentu.
  1. Hukum Nikah
Calon suami dan istri harus memahami makna suatu pernikahan. Agar mereka benar-benar dapat berbahagia, calon suami istri harus mengetahui ketentuan hukum dalam melaksanakan pernikahan menurut Islam.
Adapun hukum nikah adalah sebagai berikut.
No
Hukum
Keterangan
1.

2.

3.


4.


5.
Wajib

Haram

Sunah


Makruh


Jaiz/mubah
Hukum nikah adalah wajib bagi mereka yang berkeinginan menikah dan mempunyai kemampuan untuk berumah tangga. Apabila tidak segera menikah, mereka dikawatirkan terlibat zina.
Pernikahan diharamkan bagi mereka yang mempunyai niat jelek dalam pernikahannya. Misalnya, ingin membalas dendam dengan menyakiti hati istrinya
Pernikahan disunahkan bagi mereka yang berkeinginan menikah dan mempunyai kemampuan untuk membiayai keluarga dan mengurusi rumah tangga.
Pernikahan dimakruhkan bagi mereka yang belum berkeinginan untuk menikah untuk menikah. Apabila menikah, dikawatirkan mereka akan teledor dalam menunaikan kewajibannya.
Jaiz atau mubah adalah hukum asal pernikahan.

  1. Tujuan Nikah
Beberapa tujuan pernikahan adalah sebagai berikut.
  1. Memperoleh kebahagiaan dan Ketenteraman Hidup.
Seseorang yang telah melangsungkan pernikahan, hidupnya menjadi tentram dan bahagia. Hal ini diterangkan Allah swt. Dalam Al-Qur'an Surat Ar-Rum Ayat 21 berikut ini

Artinya:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaa-Nya ialal Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-Rum :21)

  1. Memperoleh Keturunan yang Sah
Pernikahan bertujuan memperoleh keturunan yang sah menurut agama. Pernikahan juga akan memberikan status dan kedudukan kepada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu Allah swt. Melarang hamba-Nya berbuat zina. Larangan tersebut difirmankan Allah swt. Dalam Al-Qur'an Q.S. Al-Isra’ Ayat 32 berikut ini.
Artinya :
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk. (Q.S. Al-Isra’:32)
  1. Menjaga Kehormatan dan Harkat Manusia,
Dengan perkawinan yang sah, kehormatan seseorang akan terjaga. Ia juga akan mendapatkan tempat masyarakat sekelilingnya.
  1. Mengikuti Sunah Rasulullah saw.
Pernikahan merupakan sunah Rosulullah saw. Hal ini dijelaskan rosulullah saw. Dalam hadis berikut ini.
Artinya :
Nikah itu sunahku, barang siapa yang tidak menyukainya sunahku, ia bukan golonganku ( H.R Bukhari-Muslim)
Dengan tercapainya tujuan di atas akan didapatkan keluarga yang sakinah dan selalu dalam limpahan rahmat, berkah, dan hidayah dari Allah swt.
D.    Rukun Nikah
Rukun Nikah ada lima, yaitu calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan ijab Kabul.
  1. Calon Suami
Calon suami harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, tidak dipaksa, bukan mahramnya, dan tidak sedang melakukan ibadah haji atau umrah.
  1. Calon istri
Calon istri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, bukan mahramnya, tidak sedang melakukan ibadah haji atau umrah, tidak dalam masa idah, tidak bersuami, dan telah dapat mendapat izin walinya.
Mahramnya adalah orang yang tidak halal dinikahi. Hal ini karena adanya beberapa sebab sebagai berikut.
1)      Sebab keturunan
Orang-orang yang tidak boleh dinikah karena sebab ini adalah.
a)      ibu;
b)      nenek dan seterusnya ke atas;
c)      anak dan cucu dan seterusnya ke bawah;
d)     saudara perempuan kandung, seayah, atau seibu;
e)      saudara perempuan dari ayah;
f)       saudara perempuan seibu;
g)      anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah;
h)      anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah;

2)      Sebab Sepersusuan
Orang-orang yang tidak boleh diikahi karena sebab ini adalah ibu yang menyusui dan saudara perempuan sepersusuan
3)      Sebab Pernikahan
Orang-orang yang tidak boleh dinikah karena sebab ini adalah ibu istri (mertua), anak tiri apabila sudah campur dengan ibunya, istri (menantu) dan istri ayah (ibu tiri).
  1. Wali
Wali adalah pengasuh pengantin peempuan pada waktu menikah atau orang yang melakukan janji nikah dengan pengantin laki-laki. Wali harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, dewasa, sehat akalnya, dan tidak fasik.
Keharusan adanya wali dalam sebuah pernikahan dijelaskan oleh Rosulullah dalam hadis berikut ini.
Adapun orang yang berhak menjadi wali adalah :
  1. ayah kandung;
  2. kakek dari ayah;
  3. saudara laki-laki kandung;
  4. saudara laki-laki seayah
  5. anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung;
  6. anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
  7. saudara laki-laki ayah (paman) yang sekandung;
  8. saudara laki-laki ayah (paman) seayah
  9. anak laki-laki paman yang sekandung (poin g)
  10. anak laki-laki paman yang seayah (poin h)
  11. saudara laki-laki dari kakek yang sekandung dengan kakek;
  12. saudara laki-laki dari kakek yang seayah dengan kakek;
  13. Hakim.
Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut pada nomor a-l semuanya tidak ada, sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada hakim.

  1. Dua Orang Saksi
Dua orang saksi harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam, dewasa, sehat akalnya, dan tidak fasik, dan hadir dalam akad nikah.
Keharusan adanya wali dan dua orang saksi dalam sebuah pernikahan dijelaskan oleh rosulullah saw. Dalam hadis beriktu ini.

Artinya :
Tidak sah nikah, melainkan  dengan wali dan dua orang saksi yang adil (H.R. Ahmad).
  1. Ijab Kabul
Ijab Kabul atau serah terima yang sah dalam pernikahan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu
  1. dengan mengatakan nikah atau zawaj;
  2. ada kecocokan antara ijab dan Kabul;
  3. berturut-turut, artinya tidak dilakukan di lain waktu;
  4. tidak ada syarat yang memberatkan dalam pernikahan itu.

E.     Kewajiban Suami Istri
Suami istri mempunyai kewajiban sesuai kedudukannya masing-masing. Secara garis besar kewajiban suami istri tersebut telah diterangkan Allah swt dalam Al-Qur'an Surat An-Nisa’ Ayat 34 berikut ini

Artinya :
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita …. (Q.S. An-Nisa’:340
Dari penjelasan di atas, kewajiabn suami istri dapat dihjabarkan sebagai berikut;
    1. kewajiban suami, antara lain.
a.       memberikan kebutuhan hidup, baik materiil maupun spiritual
b.      melindungi keluarganya dari berbagai ancaman seta memelihara diri dan keluargannya dari perbuatan dosa;
c.       mengasihi istri sebagaimana tuntunan agama;
d.      membimbing dan mengarahkan seluruh keluarga ke jalan yang benar;
e.       sopan dan hormat terhadap orang tua, baik kepada mertua ataupun keluarganya.
    1. kewajiban istri, antara lain,
a.       menjaga kehormatan diri dan rumah tangganya;
b.      membantu suami dalam mengatur rumah tangga;
c.       mendidik, memelihara, dan mengajarkan agama kepada anak-anaknya;
d.      sopan dan hormat terhadap orang tua, baik mertua maupun keluarganya

  1. Hikmah Nikah
Beberapa hikmah nikah yang dapat diperoleh dari pernikahan yang sah adalah sebagai berikut.
  1. pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan seksual.
  2. pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia, serta memlihara nasab.
  3. pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan pula perasaan cinta dan kasih sayang.
  4. pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja karena adanya rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.
  5. pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling menyayangi sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.
  1. Talak
  1. Pengertian
Talak berarti melepaskan atau menanggalkan dan sering pula disebut dengan istilah cerai. Menurut istilah, talak atau cerai adalah melepaskan seorang perempuan dari ikatan perkawinannya. Dasar hukum diperbolehkannya talak adalah Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 227 berikut ini.

Artinya :
Dan jika mereka berazam (bertepatan hati untuk) talak, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(Q. S. Al-Baqarah:227)

Namun, seseorang yang ingin menceraikan istrinya hendaklah memikirkan terlebih dahulu untung ruginya, manfaat dan mafsadahnya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk istri dan anak-anaknya. Walaupun diperbolehkan, talak adalah perbuatan yang tidak disukai Allah swt. Hal ini dijelaskan Rosulullah saw. Dalam hadist berikut ini.

Artinya :
Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah ialah talak ( H.R. Abu Dawud, dan Ibnu Majjah)

  1. Hukum Talak
Dengan mempertimbangkan kondisi yang menyebabkannya, hukum talak ada empat, yaitu makruh, haram, sunah dan wajib.
  1. makruh adalah hukum asal talak
  2. haram adalah hukum talak yang dijatuhkan dalam dua keadaan. Keadaan yang pertama adalah ketika istri dalam keadaan haid dan yang kedua ketika istri dalam keadaan suci, tetapi telah digauli dalam waktu suci tersebut.
  3. Sunah adalah apabila suami tidak anggup lagi menunaikan kewajibannya dalam memberi nafkah dengan cukup atau istri tidak mampu lagi menjaga kehormatan dirinya.
  4. Wajib adalah apabila terjadi perselisihan antara suami dan istri serta menurut hakim keduannya sudah tidak bisa lagi disatukan sehingga harus bercerai.

  1. Macam-Macam Talak
Talak merupakan hak dan diucapkan suami. Kalimat yang dipakai untuk menalak atau menceraikan ada dua macam, yaitu sarih dan kinayah.
  1. sarih (terang) adalah kalimat yang tidak diragukan lagi kejelasannya bahwa sang suami telah memutuskan ikatan perkawinannya. Contohnya, “ Engkau saya talak!”, atau “ Saya ceraikan engkau!”
  2. kinayah (sindiran) adalah kalimat yang masih diragukan kejelasannya bahwa sang suami memutuskan ikatan perkawinannya. Artinya, kalimat itu msih dapat diartikan degan arti lain. Misalnya, suami berkata, “Pulanglah engkau ke rumah orang tuamu” Kalimat itu tidak menyatakan secara jelas bahwa suami bermaksud menceraikan istrinya. Oleh karena itu, sah tidaknya talak dengan kalimat semacam itu tergantung dari niat suami. Apabila bermaksud menceraikan istrinya dengan kalimat itu, talak dianggap sah. Namun, apabila suami tidak bermaksud menceraikan istrinya dengan kalimat itu, talak dianggap tidak sah.
Berdasarkan boleh tidaknya seorang suami kembali kepada istrinya, talak terbagi menjadi dua macam, yaitu talak raj’i dan talak bain
    1. talak raj’i adalah talak yang membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya dengan tidak memerlukan akad nikah kembali. Talak ini adalah talak pertama dan kedua.
    2. Talak bain adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu. Talak ini disebut juga talak tiga. Talak bain terdiri dari dua macam, yaitu talak bain sugra dan talak bain kubra.
1)      talak bain sugra adalah talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri. Dalam talak bain sugra, suami tidak boleh rujuk kembali kepada istri. Akan tetapi, mereka boleh menikah kembali, baik dalam masa idah maupun sesudah masa idah. Dalam hal ini, keduanya harus melakukan akad nikah lagi.
2)      Talak bain kubra adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk atau menikah kembali dengan bekas istri, kecuali memenuhi persyaratan yang ditentukan Allah swt. Syarat-syarat itu termaktub dalam Al-Qur'an Surat Ayat 230. menurut ayat tersebut, syarat untuk kembali setelah talak bain kubra adaah abapila bekas istrinya telah .
a)      kawin dengan laki-laki lain
b)      bercampur dengan suami yang kedua
c)      diceraikan oleh suami yang kedua
d)     habis masa idahnya dari suami yang kedua
  1. Idah
  1. Pengertian Idah
Idah adalah masa menunggu (tidak boleh menikah) yang diwajibkan bagi perempuan yang diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup atau cerai mati. Idah bagi perempuan dimaksudkan untuk mengetahui apakah selama masa idah itu perempuan tersebut hamil atau tidak. Apabila hamil, anak tersebut adalah anak suami yang menceraikannya. Dengan demikian, garis nasab anak tersebut akan jelas.
  1. Ketentuan Idah
Ketentuan idah adalah sebagai berikut
  1. Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suamina sampai dengan lahirnya anak yang dikandungnya.
  2. Idah bagi perempuan hamil yang dicerai suaminya adalah sebagai berikut
1)      bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan dia masih dalam keadaan haid, idahnya adalah tiga quru’ (tiga kali suci)
2)      bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan ia tidak pernah haid karena masih kecil atau karena lanjut usia (menopause), idahnya adalah selama tiga bulan.
3)      Bagi wanita yang belu pernah dicampuri, baginya tidak ada masa idah.
  1. Idah bagi perempuan yang dicerai mati adalah empat bulan sepuluh hari.
  1. Rujuk
  1. Pegertian
Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah diceraikan pada ikatan perkawinan semula (sebelum diceraikan). Rujuk tidak memerlukan akad baru sebab akan ada yang lama terputus dan hanya meneruskan perkawinan yang lama.
  1. Hukum Rujuk
Hukum rujuk adalah jaiz atau mubah. Hukum ini dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan. Hukum rujuk adalah wajib, sunah makruh, dan haram.
  1. wajib adalah hukum rujuk bagi suami yang mempunyai istri lebih dari satu, sedangkan istri yang diceraikan belum mendapat giliran yang adil. Oleh karena itu ia wajib rujuk untuk menyempurnakan gilirannya.
  2. Sunah adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut lebih baik.
  3. Makruh adalah apabila dengan rujuk keadaan rumah tangga suami istri tersebut menjadi lebih buruk.
  4. Haram adalah apabila dengan rujuk istri menjadi lebih menderita.

  1. Rukun Rujuk
Rukun rujuk adalah istri, suami dan sigat rujuk.
  1. Istri harus memenuhi beberapa syarat, yaitu pernah digauli, ditalak raj’i, dan masih dalam masa idah.
  2. Suami harus memenuhi beberapa syarat, yaitu Islam dan tidak dipaksa atau terpaksa.
  3. Sigat rujuk adalah ucapan yang menyatakan maksud suami untuk rujuk kepada bekas istrinya, contohnya adalah, “Saya rujuk padamu”
  1. Ila’, Lian, Zihar, Khuluk, dan Fasakh
  1. Ila’
Ila’ adalah sumpah suami bahwa dia tidak akan mencampuri istrinya dalam masa lebih cepat bulan atau dengan tidak menyebut masanya. Ila’ merupakan tradisi orang-orang jahiliah Arab degan maksud untuk menyakiti istrinya dengan cara tidak menggauli dan membiarkan istrinya menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian apakah dicerai atau tidak. Etelah Islam dating, tradisi tersebut dihapus dengan cara membatasi waktu ila’ palig lama empat bulan. Dengan demikian, apabila masa empat bulan itu sudah lewat, suami harus memilih rujuk atau talak. Apabila yang dipilih rujuk, suami harus membayar kafarat supah namun, jika yang dipilih talak, akan jatuh talak bain sugra.
  1. Lian
Lian adalah sumpah suami sebanyak empat kali yang menuduh istrinya telah berbuat zina pada sumpah yang kelima ia mengucapkan, “Laknat Allah atasku sekiranya aku berdusta dalam tuduhanku.”Sebaliknya, istri dapat menolak tuduhan tersebut dengan bersumpah sebanyak empat kali bahwa tuduhan itu tidak benar. Kemudian, pada sumpah yang kelima ia mengucapkan kata-kata, “Laknat Allah atas diriku sekiranya tuduhan itu benar.”
Apabila seseorang menuduh orang lain berzina, sedangkan saksi yang cukup tidak ada, orang itu dikenai hukuman dera (dipukul atau dicambuk) sebanyak 80 kali. Akan tetapi jika yang menuduh adalah suaminya sendiri, suami dapat memilih dua hal, yaitu dikenai dera 80 kali atau ia meian istrinya. Akibatnya hukum yang terjadi apabila lian suami itu benar adalah.
  1. suami tidak dikenai hukuman.
  2. Istri wajib dikenai hukuman dera 80 kali
  3. Suami istri bercerai selama-lamanya.
  4. Kalau ada anak, anak tersebut tidak dapat diakui oleh suami
  1. Zihar
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa istrinya menyerupai ibunya. Contohya, “Engkau tampak olehku seperti punggung ibuku.”Zihar pada zaman jahiliah merupakan cara untuk menceraikan istrinya. Setelah Islam datang, Islam melarang perbuatan itu. Apabila zihar terlanjur dilakukan oeh suami, ia wajib membayar kafarta dan dilarang mencampuri istrinya sebelum kafarat terbayar. Adapun kafaratnya adalah
  1. memerdekakan budak
  2. apabila tidak mampu, berpuasa 2 bulan berturut-turut
  3. apabila tidak mampu, memberi makan sebanyak a60 orang miskin.

  1. Khuluk
Khuluk adalah talak tebus, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami dengan ‘iwad (tebusan) oleh istri kepada suami. Khuluk dapat dilakukan apabila ada alasan-alasan sebagai berikut
  1. istri sangat membenci suaminya karena sebab-sebab tertentu dan dikhawatirkan istri tidak dapat mematuhi suaminya.
  2. Suami istri dikhawatirkan tidak dapat menciptakan rumah tangga bahagia dan akan menderita apabila pernikahan dipertahankan.

  1. Fasakh
Fasakh aadalah rusaknya ikatan pernikahan antara suami dan istri karena sebab-sebab tertentu. Sebab-sebab tersebut meliputi sebab-sebab yang merusak pernikahan dan sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan.
  1. sebab yang merusak pernikahan, yaitu
1)      setelah menikah, ternyata diketahui bahwa istrinya itu adalah mahramnya;
2)      salah seorang di antara suami istri keluar Islam;
3)      pada mulanya suami istri sama-sama musrik, kemudian istri masuk Islam, sementara suaminya tetap musyrik atau sebaliknya.
  1. sebab-sebab yang menghalangi tujuan pernikahan, yaitu
1)      terdapat penipuan dalam pernikahan, misalnya sebelum akad nikah suami mengaku orang baik-baik, tetapi ternyata jahat;
2)      suami atau istri mengidap suatu penyakit atau cacat yang menyebabkan hubungan rumah tangga terganggu.
3)      Suami atau istri hilang ingatan atau gila.

  1. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

  1. Garis Besar isi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdiri dari 14 bab dan terbagi dalam 67 pasal. Isi masing-masig Bab itu secara garis besar adalah sebagai berikut
  1. Bab I memuat dasar-dasar perkawinan. Pembahasan mengenai dasar-dasar perkawinan tersebut meliputi pengertian dan tujuan perkawinan, sahnya perkawinan, dan asas monogami dalam perkawinan.
  2. Bab II syarat-syarat. Pembahasan mengenai syarat-syarat perkawinan tersebut meliputi persetujuan kedua calon mempelai, izin kedua orang tua, pengecuualian persetujuan kedua calon mempelai dan izin keuda orang tua, batas umur perkawinan, larangan kawin, jangka waktu tunggu, dan tata cara pelaksanaan perkawinan.
  3. Bab III memuat hal-hal tentang pencegahan perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal tentang pencegahan perkawinan tersebut meliputi pencegahan perkawinan dan penolakan perkawinan.
  4. Bab IV memuat hal-ha tentang batalnya perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal tentang batalnya perkawinan tersebut meliputi:
1)      Ketentuan tentang pembataan suatu perkawinan.
2)      Pihak yang dapat mengajukan pematalan;
3)      Ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan perkawinan
  1. Bab V memuat hal-hal tentang perjanjian perkawinan. Pembahasan mengenai hal-hal tentang perjanjian perkawinan tersebut meliputi:
1)      ketentuan-ketentuan dapat diadakanya perjanjian tertulis pada waktu atau sebeum perkawinan oleh kedua belah pihak atas persetujuan bersama;
2)      ketentuan mengenai pengeahan mulai berlakunya serta kemungkinan perubahan perjanjian tersebut.
  1. Bab VI memuat hak dan kewajiban suami istri. Pembahasan mengenai hak dan kewajiban suami istri tersebut meliputi ketentuan tentang hak dan kewajiban suami istri, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
  2. Bab VII memuat seluk beluk harta benda dalam perkawinan. Pembahasan mengenai seluk beluk harta benda dalam perkawinan tersebut meliputi ketentuan tentang harta benda bawaan suami istri
  3. Bab VIII memuat seluk belum putusnya perkawinan serta akibatnya. Pembahasan mengenai putusnya perkawinan serta akibatnya tersebut meliputi ketentuan tentang putusnya perkawinan serta akibat-akibatnya.
  4. Bab IX memuat tentang kedudukan anak. Pembahasan mengenai tentang kedudukan anak tersebut meliputi ketentuan tentang tentang kedudukan anak yang sah dan ketentuan tentang anak yang dilahirkan di luar perkawinan..
  5. Bab X memuat tentang hak dan kewajiban orang tua dan anak. Pembahasan mengenai hak dan kewajiban orang tua dan anak tersebut meliputi ketentuan tentang hak dan kewajiban orang tua serta anak.
  6. Bab XI memuat hal-hal tentang perwalian. Pembahasan mengenai hal-hal tentang perwalian tersebut meliputi ketentuan tentang perwalian bagi anak yang belum mencapi usia 18 tahun dan tidak berada di bawah kekuasaan orang tuanya.
  7. Bab XII memuat berbagai ketentuan-ketentuan lain.
  8. Bab XIII memuat berbagai ketentuan perwalian
  9. Bab XIV adalah penutup

  1. Pencatatan  Perkawinan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 2 Ayat (2) dinyatakan bahwa, “Tiap-tiap perkawinan dicacat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”


  1. Sahnya Perkawinan
Dalam undang-undang nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

  1. Tujuan Perkawinan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 dinyatakan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.

  1. Batasan-batasan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 3 Ayat (1) dan (2) dinyatakan bahwa, “ Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami”
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Selanjutnya, pada pasal 4 dan 5 ditegaskan bahwa dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
Pengadilan akan memberi izin berpoligami apabila
a.       istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri
b.      istri mendapat cacat badan atau peyakit yang tidak dapat disembuhkan
c.       istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Dalam mengajukan permohonan poligami, suami harus memenuhi syarat-syarat, yaitu
a.       persetujuan dari istri:
b.      kepastian bahwa suami akan mampu menjamin keperluan istri-istri dan anak-anaknya;
c.       jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya.

IKHTISAR
  1. Pernikahan adalah akad yang memberikan kewenangan kepada seseorang pria dengan seorang wanita yang bukan mahramnya untuk bergaul secara sah sehingga menimbulkan hak dan kewajiban tertentu.
  2. Hukum asal nikah adalah mubah dan bisa berubah-ubah menurut situasi dan kondisi, hukum itu isa menjadi wajib, hara, sunah dan makruh
  3. Pernikahan mempunyai beberapa tujuan, yaitu memperoleh kebahagiaan dan ketenteraman hidup, memperoleh keturunan yang sah, menjaga kehormatan dan harkat manusia, mengikuti sunah rasulullah saw
  4. rukun nikah ada lima yaitu calon suami, calon istri, wali, dua orang saksi, dan ijab qabul.
  5. Suami istri mempunyai kewajiban sesuai kedudukannya masing-masing. kewajiban suami adalah memenuhi kebutuhan keluarganya, melindungi keluarganya dari perbuatan dosa, mengasihi istri, membimbing seluruh keluarga, sopan dan hormat terhadap orang tua. Kewajiban istri menjaga kehormatan diri dan rumah tangga, membantu sumi dalam mengatur sumah tangga, mendidik, memelihara, dan mengajarkan agama kepada anak-anaknya, sopan dan hormat terhadap orang tua.
  6. Beberapa hikmah pernikahan adalah
    1. merupakan jalan keluar terbaik untuk meyalurkan naluri seksual.
    2. merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak.
    3. menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan.
    4. Menumbuhkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja
    5. mempererat tali kekeluargaan sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.
  7. Melepaskan seorang perempuan dari ikatan perkawinannya. Hukum asal talak bisa berubah-ubah menurut situasi dan kondisi, yaitu makruh, haram, sunah, dan wajib
  8. Kalimat talak ada dua macam, yaitu sarih dan kinayah. sarih adalah kalimat yang tidak diragukan lagi kejelasannya bahwa sang suami telah memutuskan ikatan perkawinannya. Sedangkan kinayah adalah kalimat yang masih diragukan kejelasannya bahwa sang suami memutuskan ikatan perkawinannya.
  9. Talak ada dua macam, yaitu talak raj’i dan talak bain, talak raj’i adalah talak yang membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya dengan tidak memerlukan akad nikah kembali.Talak bain adalah talak yang tidak membolehkan suami rujuk kembali kepada bekas istrinya, kecuali dengan persyaratan tertentu.
  10. Idah adalah masa menunggu (tidak boleh menikah) yang diwajibkan bagi peempuan yang diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup atau cerai mati. Idah bagi perempuan hamil sampai anak tersebut lahir. Bagi wanita yang sudah dicampuri, masa idahnya adalah tiga quru’ (tiga kali suci), bagi wanita yang sudah dicampuri, sedangkan ia tidak pernah haid karena masih kecil atau karena lanjut usia (menopause), idahnya adaah selama tiga bulan, bagi wanita yang belu pernah dicampuri, baginya tidak ada masa idah, idah bagi perempuan yang dicerai mati adalah empat bulan sepuluh hari
  11. Rujuk adalah mengembalikan istri yang telah diceraikan pada ikatan perkawinan semula (sebelum diceraikan). Rujuk tidak memerlukan akad baru sebab akad yang lama terputus dan hanya meneruskan perkawinan yang lama.
  12. Ila’ adalah sumpah suami bahwa dia tidak akan mencampuri istrinya dalam masa lebih epat bulan atau dengan tidak menyebut masanya. Lian adalah sumpah suami sebanyak empat kali yang menuduh istrinya telah berbuat zina. Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa istrinya menyerupai ibunya. Khuluk adalah talak tebus, yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami dengan ‘iwad (tebusan) oleh istri kepada suami. Fasakh aadalah rusaknya ikatan pernikahan antara suami dan istri karena ebab-sebab tertentu.
  13. Di Indonesia masalah perkawinan diatur dalam undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

2 Tanggapan untuk "Munakahat (Pernikahan)"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel