Idul Fitri, Halal Bihalal dan Silaturrahim - KangMasroer.Com

Idul Fitri, Halal Bihalal dan Silaturrahim

Idul Fitri, Halal Bihalal dan Silaturrahim merupakan tiga serangkai kegiatan keagamaan
yang saling berkaitan. Dalam Idul Fitri dan Halal Bihalal terkandung silaturrahim. Demikian pula,
silaturrahim lebih gampang dan lebih rileks dilakukan ketika Idul Fitri dan Halal Bihalal.
Menjelang dan setelah Idul Fitri terjadi dua fenomena keagamaan, yaitu mudik lebaran
dalam bulan “Ramadhan dan halal bihalal” pada bulan Syawal. Kedua fenomena keagamaan itu
selalu berulang setiap tahun dan merupakan kegiatan keagamaan “ Khas Indonesia ”. Mari kita lihat
kedua peristiwa itu (Idul Fitri dan Halal Bihalal).

Mudik lebaran, hanya terjadi menjelang Hari Raya Idul Fitri. Timbul pertanyaan, kenapa
terjadinya menjelang Idul Fitri?. Ini tentunya terkait dengan makna dari Idul Fitri itu sendiri.
Kalau ditanya kepada mereka : “ mengapa anda mudik, padahal mencari kendaraan saja
demikian sulit dan memerlukan perjuangan yang luar biasa repotnya?. Jawaban mereka hampir
sama : Ingin berlebaran dan saling memaafkan dengan keluarga dan tetangga di kampungnya.
Jawaban ini memberi petunjuk bahwa mudik lebaran merupakan mediator (perantara) dalam
mengamalkan ajaran agama untuk saling memaafkan dan menyambung tali silaturrahim. Inilah
hakekat mudik lebaran yang sebenarnya.

1. Idul fitri
Hari Raya Idul fitri adalah hari raya yang menandai telah rampungnya menjalankan ibadah puasa
Ramadhan. Ied berarti “kembali” dan Fitri berarti “kesucian”. Jadi, inti perayaan idul fitri adalah
kita bersih dari dosa-dosa kepada Allah (berkat taubatan nashuha yang kita lakukan dalam bulan
Ramadhan). Dan sebagai penyempurna kita lengkapi dengan saling memaafkan pada sesama.
Saling memaafkan itu kita simbolkan dengan “sungkem”, sujud, berpelukan atau berjabatan
tangan seraya mengucapkan mohon maaf lahir batin diiringi ucapan Minal Aidin wal fa izin.
Pada hari raya itu, kita diharapkan benar-benar mampu menunjukkan nilai keberhasilan
menjalankan ibadah puasa. Bila tidak, maka kita akan termasuk kelompok orang yang
dikhawatirkan oleh Halifah Umar bin Khattab dalam sabdanya : “Betapa banyaknya orang yang
berpuasa, namun tidak memperoleh apa-apa dari puasanya itu, kecuali lapar dan dahaga?”
Bagaimana sikap kita dalam berhari raya, disyaratkan Allah SWT dalam sebuah firmanNya
berikut ini :

“Hendaklah kamu sempurnakan hitungan hari puasa itu, kemudian hendaknya kamu bertakbir
mengagungkan Allah atas hidayah yang dikaruniakan kepada kamu, dan hendaknyalah kamu
semua bersyukur ( Surah Al-Baqarah 2 : 185 ).
Hari raya ditandai dengan suasana riang gembira dan bahagia sebagai tanda syukur kepada
Allah. Kemudian rasa gembira dan bahagia itu kita tumpahkan dan bagi rata kepada kawankawan
yang kurang beruntung, yaitu fakir dan miskin dengan membayar zakat fitrah. Sisi ini
pula yang membedakan suasana lebaran dari suasana hari perayaan yang dilakukan dengan pesta
pora dan hura-hura. Oleh karena itu, suasana lebaran dikatakan pula sebagai suasana
kemanusiaan.

2. Halal Bihalal
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, halal bihalal diartikan sebagai : “acara maaf
memaafkan pada hari lebaran, oleh karena itu, maka dalam acara halal bihalal terjadi
silaturrahim.
Landasan filosofis halal bihalal bukan saja menuntut seseorang agar memaafkan orang
lain, melainkan juga agar berbuat baik terhadap siapapun. Jadi siapapun yang
menyelenggarakan halal bihalal harus berlandaskan filosofis tujuan ini. Ini artinya sebenarnya
halal bihalal tidak hanya terbatas di bulan Syawal, tetapi terbuka sepanjang tahun. Namun
Indonesia mempunyai bulan tertentu untuk mengingatkan makna saling memaafkan tersebut,
yaitu bulan Syawal.
Baik halal bihalal maupun silaturrahim menuntut upaya saling memaafkan. Artinya kedua
belah pihak dalam posisi yang sama ingin memanfaatkan atas kesalahan masing-masing.
Kalau kita amati Al-Qur’an Surah Ali Imran ayat 133 da 134, maka akan ditemukan
bahwa seorang muslim yang bertaqwa dituntut atau dianjurkan untuk mengerjakan paling tidak
satu dari tiga sikap dari seseorang yang dilakukan kekeliruan terhadapnya : 1) menahan amarah,
2) memaafkan dan 3) berbuat baik kepadanya.

“ (Yatu) orang yang menafkahkan hartanya dalam (waktu) senang atau dalam kesukaran (Orang)
yang menahan kemarahan dan memberi maaf kepada orang. Allah cinta orang yang berbuat
kebaikan” ( S.Ali Imran ayat 134).
Begitu penting faktor memaafkan terlihat ketika salah seorang sahabat bersumpah untuk tidak
berbuat baik terhadap seseorang yang melakukan kesalahan kapan salah seorang anggota
keluarganya, maka Allah menganjurkan agar ia memaafkan dan melupakan kejadian tersebut.
Lihat Al-Qur’an Surah An-Nur ayat 22 berikut ini :
“Janganlah mereka yang berkelebihan dan berkelapangan dantara kamu, bersumpah tiada akan
membantu kerabat dari orang miskin dan mereka yang hijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka
memaafkan dan melupakan. Bukankah kamupun ingin Allah memberi ampun? Allah maha
pengampun lagi Maha Penyayang”.

Menurut riwayat, ayat ini turun berkenaan adanya tuduhan palsu yang diajukan oleh
Ummu Misthah binti tehadap Aisyah binti Abu Bakar dan ketika terbukti kebohongannya. Abu
Bakar bersumpah tidak akan memberi lagi nafkah kepada Ummu Misthah.
Orang yang saling memaafkan dituntut untuk berlapang dada, sehingga mampu menutpi
ketersinggungannya an dapat pula menutuplembaran lama dan membuka lembaran baru.
Menurut para ahli fikih, seseorang yang memohon maaf dari orang lain, agar lebih dahulu
menyesali perbuatannya, bertekad untuk tidak melakukannya lagi, serta memohon maaf sambil
mengembalikan hak yang pernah diambilnya dari orang itu.
Seseorang yang mampu melapangkan dada akan mampu menampung segala ketersinggungan
serta dapat pula menutup lembaran lama membuka lembaran baru.

3. Silaturrahim
Silaturrahim adalah kata majemuk yang terambil dsari kata shilat dan rahim. Kata shilat
berakar dari kata yang berarti “menyambung” dan “menghimpun”. Ini berarrti bahwa hanya yang
putus dan yang terseraklah yang dituju oleh kata shilat. Sedangkan rahim pada ulanya berarti
“kasih sayang”. Jadi silaturrahim berarti menyambung kembali kasih sayang yang terputus.
Inilah hakikat silaturrahim, sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya sebagai
berikut:

“ Tidak bersilaturrahim (namanya) orang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi
(yang dinamakan bersilaturrahmi adalah (yang menyambung apa yang putus’ (Hadits Riwayat
Buchari).
Idul Fitri dan Halal Bihalal merupakan suatu bentuk aktifitas yang mengantarkanpara
pelakunya untuk meluruskan benang kusut, menghangatkan hubungan yang tadinya membeku,
melepaskan ikatan yang membelenggu, menyelesaikan kesulitan dan problem yang menghadang
serta menjalin keharmonisan hubungan.

Baik Idul Fitri maupun Halal Bihalal menuntut dilakukannya silaturrahim. Dan dalam
silaturrahim dituntut upaya saling memaafkan, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an
Surah Ali Imran 3 : 134, dikatakan bahwa seorang muslim yang bertaqwa dituntut atau
dilanjutkan untuk mengambil paling tidak satu dari tiga sikap seseorang yang melakukan
kekeliruan terhadap dirinya : a) menahan amarah, b) memaafkan, dan c) berbuat baik
terhadapnya.

Semakin banyak yang sering kita mengulurkan tangan dan melapangkan dada maka hati
kita akan semakin cerah dan terjauh dari penyakit tekanan batin alias “stress”.

0 Tanggapan untuk "Idul Fitri, Halal Bihalal dan Silaturrahim"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel